Jumat, 02 Juni 2017

Aku akan pergi

Kini aku paham pada sepasang matamu,yang tak mungkin ada aku
Diam diam engkau melepas hujan, meski tak deras pada bibir resahmu yang memirah,sesaat ada aku
Menjadikan aku terhempas basah di guyurnya dan memaksaku untuk tak kembali pulang

Meski perih dan luka,ku langkahkan kaki ini walau mulai lelah dengan pasrah pada kelam
Tapi, izinkanlah aku membisu walau sekejab,meski malam menuntun mataku ke arah bayang bayang yang muram.
Untuk mencari jalan pulang,biar aju mampu melintasi terjal yang berliku, dan meski jua berpeluh yang memandikan jiwaku, dan biarlah pula gelisah kuusap kecewa yang tersisa, meski harapanku mengenali pekat tak bercahaya,barangkali tuhan memang menciptakan aku sebagai pengembara tanpa tunggu.

Biarlah Ku tertiduri malam demi malam  yang pekat,meski takkan menjadikan aku lelap, karena aku tau dan mengerti tentang sebuah harapan ayang ada di dalam hatimu,bahwa cinta dan kesetian akan lahir dari sebuah kekayaan.
Dan jua dari sesosok rupa yang indah dan tampan,yang lebih dari hanya aku yang tak mungkin.
Biarlah aku dan ingin sebagai mengingat, suara degup yang perna ada di sekitarku,tentang kamu tentang kita,yang pernah sama sama memasrahkan diri pada sang kuasa.

Cerita malamku

Malam ini Kubisikan cerita pada langit tentang nyeri,sesaat Jatuhnya hujan yang aku teriaki pada malam.
Tentang aku yang Jatuh cinta pada cemasnya waktu yang engkau pijak,yang Luruh kesetiaanku pada pelangi matamu.

Pada Langit yang masih belum move on dari noda dunia,senantiasa ku haturkan kata hujan yang terus berjatuhan pada tiap tiap ranting dan semoga kau masih ada dalam rahmat di dalamanya,yang menumbuhkan bunga bunga kasih dan kesetiaan,meski pada ujung ujungnya aku harus merelakan terperangkap dalam siksa.

Taukah engkau,telah aku jadikan bayang bayangmu sebagai alasan dalam setiap langkah untuk tujuanku,dan bagi harapan yang menguasai sepi, barangkali mampu menyusut air di sudut-sudut mataku,sebagai kesungguhan meski bagai mimpi.

Pintaku


Izinkanlah Kupeluk erat bayanganmu,meski jarak dan waktu
Memintal kita pada ketidak pastian dalam hidup dan jejakmu akan hilang di suatu masa padaku
katakanlah di mana aku harus berlabuh pada muara hatimu, jangan pura pura jadi hujan, agar aku mampu kembali tidak menjadi seorang,meski hanya dengan bayangan.
Berhentilah engkau di tiap lekuk jalan,
Biar langkaku yang terus mengejar bayang bayangmu akan berahir terang.
Dengarlah ceritaku yang slalu tergesa gesa berlari ke arah simpang jalan demi satu bayangan
Ibarat mengejar hujan yang tak pernah aku dapatkan walau setetes,padahal kau tau, aku rindu bisik air yang tak bosan bercerita tentang kasih dan sayang.

Kemanakah akan aku cari

Ya rob.....
Bukan kah aku sudah jauh mendaki bukit terjal di bawah payung matahari yang membakar
Bukankah ketika malam aku jua begitu,melangkah di bawah payung gelap tanpa cahaya. tapi mengapa masih tak ada iba untuk mengantarkanku pulang, walau hanya sebentuk bayang bayang di setiap hampir lelahku...
Atau mungkin aku hanya segelombang laut yang telah bergerak menjauh namun tak menemukan sampai atau menanti setelah istana pasir di pantai kau buat runtuh

Ya rob.......
Kini putik angin seperti pecah tepat di tepi mataku,berharap merindui hujan menghempas kasar namun hilang meninggalkan pedih
Hingga aku tertinggal jauh dari makna makna hidup kepastian yang aku damba.

Ya rob....
Haruskah aku daki bibir bibir tebing lagi,untung mengulang ulang.sedangkan dari dalam tempat paling curam dan tajam.
Haruskah aku menanti jawaban jawaban waktu yang masih entah dan kapan.
Jika demikian,maka izinkanlah aku berdiri menatap ketegaran dan  mengelus garis garis cahayamu dalam ketenangan.

Mencarimu

Dua purnama sudah aku mencari jejak jeka pasti dan terus mencari di setiap kelopak yang menangis, aku bertanya tentang siapa dan dimana, sesaat sebelum air terjatuh,hingga aku bagai sang pengembara tak lelah.

aku kira masih beruntung bisa mencium sisa aroma keindahan waktu,namun tidak, padahal di luar angin begitu kencang membawaku mengepak,namun semua hanya bayang bayang yang bergegas meninggalkan sang pengembara

Aku bukan tak punya pilihan selain menjauh,tapi kepastian rasa telah mengikatku, akan kemanakah permohon setelah ini,sepertinya kini aku takut air mata mengalir lebih deras, hingga sampai  pada punggungku.

Kau yang menghilang

Hujan pagi ini dari mataku sendiri menderas lewat rasa sajuk tak terpanggil, mungkin karena menujumu kutemukan sunyi,karena detak jantungmu tak lagi menyeru atas nama namaku.

Dan sebentar Kulihat cahaya bulan melayang lembut seperti membawah bayang bayang,tak sengaja aku berlari sembunyi,ternyata langkah kakiku mengendap dingin di atas rerumputan,engkau hilang tiada mengerti.

Taukah engkau derunya ombak yang tak pernah sampai, barangkali itulah aku yang slalu menunggu di antara baris baris karang yang menjuntai pasrah , tak juga bergeming dan  terpantul oleh kedua bola mataku.