Kamis, 06 Oktober 2016

Pedih

Waktu mengusungku pada dwipa yang meruntuhkan harapan
Kenangan masa yang tertindas oleh kepalsuan hidup tiada tersadar
Kini meneteakan deras air mata dalam khayal

Cinta.....
Tak ada waktu lagi untuk terajut oleh bisingan bisingan waktu
Hanya kepedihan dan derita yang memedih mencoreng luka
Hingga terkulai pada pupusan pupusan hatapan patah di atas harapan

Rindu....
Hanyalah paparan paparan angin sejak yang menyentuh ranting jiwa yang patah
Lalu gugurkan dedaunan yang hujau hingga mengering
Kini tinggalah kepasrahan dalam segala harapan yang indah
Menanti dan menunggu pada sebuah takdir dari sang kuasa

Alamku

Indahnya mentari yang hampir tenggelam di ufuk barat
Nyanyian nyanyian merdu nendurasakin kata yang berbait
Yang tersuguh merdu dari camar camar yang mengepak lelah
Tuk menuju pulang pada sangkarnya

Desir ombak yang lirih memadukan sejuknya pada pantai
Seakan akan membisikan kata tentang peristiwa pagi
Yang tertekan sengatan mentari siang seusainya runtuhkan bunga bunga yang rindang

Pengemis Mulia

Ya allah....
Besar harapan pada setangkai bunga malam untuk ku petik
Berharap akan sebuah takdir yang tersuguh pada waktu waktuku
Namun masih tak dapat ku temukan harumnya yang sejuk
Melainkan bayang bayang mimpi yang masih kandas

Ya allah.....
Jejak jejak ini masih tak dapat jeda dalam setapak langkah
Dan slalu aku ayunkan demi kerohmatan yang mulia
Bersama tetesan angung yang terdzikir atas namamu.(Tanganku Menadah)

Ya allah...
Hanya setangkup harapan dekat dalam kepastianmu
Hatiku berdetak jiwaku menggigil bersama hembusan nafas nafas doa yang ku lantunkan
Demi harapan yang indah menuju masa depan

Lamunan senja

Indah kulamunkan tentangmu yang masih entah
Bayangan manja sudah mulai bermekaran di kelopak bibirmu yang membunga
Adakah dalam sapa ini kan terjawab oleh hijab yang nyata
Sedangkan alamat masih rerimbunan tertutup aksara malu

Andai saja tuhan menciptakan aku sebagai pohon
Mungkin kedua tanganku adalah daun daun yang berharap setetes embun cinta yang pagi
Hongga meresap pada jiwa dan mengenang di antara tulang tulangku sebagai ranting yang kering berharap kesejukan kasihmu

Dalam tanya pada sejak sejak yang masih terkulai tak beraksara iya
Ku ayunkan langkah semangat dalam mengartikan tanya padamu yang masih rimbun tertutup awan
Adakah engkau yang tercipta sejuta rasa itu di hati
Yang senantiasa menemani dalam kesendirianku melamun
Atau hanya teman sebagai penghibur meluangkan jasa pasti
Seusainya engkau kan meninggalkan ak dalam sendiri.....

Jika waktu memanggilku sebagai takdirmu yang tersyirat
Adakah engkau sebagai bumiku yang dapat ku pastikan menuwai bunga bunga indah hingga membuah....

Aah...
Betapa luasnya bentangan langit ku tatap
Hingga tak dapat ku ukur jiwamu yang tertanya dalam hatiku

Andai saja

Indahnya ku lamunkan dirimu di antara hidupku yang sepi
Dalam senyap yang terhantar angin sejuk engkau hadir bak bidadari syurga dalam nyata
Walau semuanya rapuh mengahiri dalam tanya.....

Detak seribu gertak mengangkat kedua tanganku berjabat
Sementara awan terus mengelilingi rerimbunan pohon di mana aku duduk di bawahnya
Dan lagi lagi rintik hujan mewarnai wajahmu yang indah

Dalam tanya yang kudesahkan pada semilir angin sejak
Siapakah engkau yang hadir dalam lamunan sepiku.....
Dimanakah engkau kan kutanyakan jejak jejak pastimu......
Sedangkan langkahku terjal tak mampu melangkah di bayangimu
ANDAI SAJA ENGKAU.......