Rabu, 10 Agustus 2016

Terbelenggu Rindu

Di sendu malam yang semakin larut dengan gelapnya
Kerinduanku terus memukul sunyi dengan bayang bayang abadi
Yang tak jua hilang di kedalaman otak kepalaku
Hingga menjadikan isak malam menutup sunyi.

Air mata menjadi tinta bening yang mensyisyirat syirat namanya
Pada selembar kertas yang berbaris lusuh di dalam tong sampah
Tentang cinta tentang kasih dan jua tentang sayang
Yang terawali bahagia penuh kesetiaan yang dalam
Yang kini jauh di lembah keterpurukan dalam kesendirian

Mungkin langit kan terus biru dengan maknanya sendiri
Dan airpun terus mengalir dengan deras yang mengecup pantainya
Lalu berhenti di sana menyatukan diri dengan lautnya
Yaaa aku tau semua itu memang sudah menjadi bahasa hati
Namun di balik tabir semuanya aku hanya tanah kering yang menadah hujan
Atau hanya muara kecil tanpa hinggapan setetes air

Impian yang patah

Selebihnya pasir hitam yang hampar
Aku hanya kerikil kerikil kecil yang terinjak injak oleh cinta
Berpasrah luluh pada kenyataan yang melukai jiwa
tentang hidup yang bernuasa bahasa kasta beristana

Aku hanyalah angin perindu pada sepucuk daun yang biru
Sedangkan getahnya tiada melengket di atas dahan yang rindang
Lalu bukit bukit bergedung menjadikan tabir meluapkanya

Kini hanyalah impian tiada bermakna dalam aksara jiwa
Yang awalnya kusyirat di tinta berair mata cinta
Dan sekali kali terpukul pasrah penuh kehampaan
Hingga kini mengikis lagi pada kerikil keeikil yang semakin mengecil