Senin, 02 September 2013

Semua Hanya Mimpi


Seperti petir di balih rintik air mata langit yang jatuh
 pada bumi yang gersang dan kering serta panas

menengedap endab lalu mematahkan pepohonan
hingga terkulay dan terhanyut kedasar lalut yang dalam

Sepatah kata dan senyuman yang merentang
pada kehampaan jiwa lalu merobek bagai kertas
terbakar oleh sesumut korek api lalu menjadi abu
kau tebarkar pada hati jiwaku yang membiru
hingga menjadikan batu batu cadas tak berair

Angin menyapa dengan lirih pada hati kecilku
hingga aku terayun senyap bersama mimpimu
yang terucap pekat mengenang bingkai bibir memirah
namu kau lari bagai kepulan asap di balik gunung
lalu terbang menjauh hingga ku tak mampu melihat




Langitku tak lagi indah


Teruntuk ukiran langit memadati bening mataku
lalu jadikan hati menjerit yang menuang di keheningan
dengan tetesan bening air mata lusuh tak berharap lagi
 akan kehadiran cinta sebening malam yang indah

seperti yang pernah kau tinggalkan dalam hati ini

Sore menyapa dengan rayuan jingga penuh warna
rentangannya sama seperti kau ukir dalam laba jiwa
namun kebulan asab pekat dari balik gunung memadatinya
hingga mataku patah dalam kepakan pandangan senja





Mungkin sore ini air laut sudah surut dan kembali
pada cela cela lubangnya atau berpindah tempat
dari pulau kepulau tuk tinggalkan kenangan indah
lalu menjadikan pasir pasir di pantai mengering
dan terinjak injak oleh kaki rasa yang menentang