Ku letakkan Jubah jubah hitam yang menggulung lekat di kepalaku
Mencerminkan diri pada batu batu cadas yang tak terlihat ,memang dada berkata tak ada kemungkinan melihat wajah.
Namun aku percaya pada langit bahwa hujan akan membuatku melihat walau tak begitu terang.
Kusimpan kopyah putih yang menutupi helayan rambutku yang melulai merontok satu persatu terbawa usia senja yang tadinya masih menghitam,untuk ku hitung berapa langkahkah kakiku yang bertahun tahun berpijak dalam tanya..di kubukit yang rasa....
Barangkali aku bisa tau seberapa jarak, aku sudah bernafas,entahlah barangkali waktu yang mentakdirkan,atau takdir yang mewaktukan.
Langit bisu ,hanya gelagat suara yang kutanyakan tak terjawab,bahkan bumi pun hanya menggtarkan diri terucap pelindu yang mengasingkan dan memuncakkan deras air sungai mencabut pepohonan,seakan akan mengakhiri derita derita alam yang sudah terasa tua.
Akhirkah semua ini dengan menggemparkan alam......?
atau hanyalah ujian bagi perasut yang menghasut pada hati yang kokoh.
Atau memang murka sang kuasa yang telah memberi kebencian alam pada ribuan nyawa yang masih menangis dengan air mata dusta.
Wahai sang maha kuasa...
Jubahku telah terlepas dari tanah tanah jiwa yang sejak dulu berjalan melangkah penuh dengan kebingungan dan rasa mabuk tanpa tersadar kepastian tentang hak hakmu
Aku bersimpuh aku memohon aku berharap biarkanlah celana celana pendek ini menjadi sisaan yang dapat menutupi badanku
Jangan kau ambil kembali jangan kau pinta untukku ku kembalikan pada asalnya
Biarkan aku menjadi diriku dulu sebelum kembali kepadamu dalam sekejap .untuk satu maaf atas segala perilaku yang tak mungkin menutupi segala dosa dosa yang membalut jiwaku.