Sabtu, 27 Juli 2019

Suara Kepedihan

Segelombang suara menggema dari rengkah malam yang mematang di beranda langit..
tangis adalah nyanyian nyanyian yang biasa di isaratkan gelap..
ketiadaan adalah alif yang mematung di setiap sepiku..
andai malam ini dapat berkata,dan daun daun dapat ku dengar..
ku ajak untuk bercumbu dan saling melepas resah dan gelisah di dadaku..
barangkali sesak yang terus mengusik sebagai pecumbu jiwaku lari tak berteman..

ooh malam yang gelap..
kau senantiasa berjanji sebagai kesetiaan
dengan sunyimu kau senantiasa berkata melepas angin..

aku di sini
aku duduk di tepian ini
aku duduk sendiri
menantimu menyapa dengan rayuan gombalnya
yang senantiasa menjadi penawar gelisah
meski tercabik cabik rongga dadaku di busur suara

Perjalanan Waktu

Aku hanyalah sesosok rasa yang tak pernah henti hentinya berdoa di penghujung langit nan pekat
dan aku hanyalah ruang tunggu yang hitam tanpa cahaya
serta aku hanyalah batu hitam di antara jejak jejak kaki sunyi tanpa sapa..

Demikianlah cerita hidupku..
yang hanya mampu menadahkan tangan pada sang kholik tuk di ijabahkan
memutar tasbih demi kerohmatan yang iklas
meski harus terurai air mata dan luka..

Tanpa Tanya

Dari ranting yang patah menitip salam…
Buat rembulanku katanya
Yang menebar senyum indah melampaui masa..
Sang ranting tetap menunggu
Menuliskan harapannya yang rapuh, luluh dan binasa..
Tetaplah kukenang sang rembulan, katanya, meski sia sia belaka….

Menunduk sang ranting patah, berurai air mata…

Tanyaku

Sudahkah engkau bahagia dalam dekap kesepianku..
dan sudahkan engkau tertawa dalam tangisku
taukah engkau,saat saat yang masih terdesak oleh kerinduan yang ada iyalah kyalan akan dekapan dan pelukanmu
namum, setelah bagaimana engkau membiarkan aku dalam kesunyian yang mamtang di lembah malam
yang hanya mampu aku bersuara desah akan kehadiranmu...

atau aku memang sudah engkau jadikan ranting yang pata di hempas resah dan gelisah yang tak henti hentinya mangaung di ujung pekat..
atau kesengejaan itu ingin menjadikan aku sebagai ruang tunggu yang sunyi tanpa kata..
jika memang demikian...
raup doa yang senantiasa engkau wujutkan barangkali tak sama saat aku bermunajat cinta pada sang pencipta..
untuk bersandar di dadamu atau untuk saling tatap akan rona cinta yang bermuara

Takdir


Bukan aku yang memilihmu tapi takdirlah yang mempertemukanya..

jika kau bertanya kenapa begini maka tanyakanlah pada hati bersihmu
karena aku senantiasa bertanya kepada diriku dalam munajat senja
kenapa harus berulang ulang aku dalam peluk bayangan
sementara engkau tersenyum dan bahagia
dan di sini harus memikul kewajiban cinta dan rindu yang memilukan..