Senin, 07 Agustus 2017

Masih tersimpan

 masih tersimpan di puri kenangan
Yang belum lekas meluap hilang dalam kelopak mata
Tak berdaya karena tak dapat menbenci
Tak mampu karena tak dapat melupakannya
Tak kuat karenan sebuah nama yang tersirat
Getir pahit melandanda bagai lautan mematahkan sunyi di peraduan
Angin tak lagi menyanyup desah,ia mematahkan ranting ranting berbunga....
Kepahitan penderitaraan masih tak di temukan semangkok obat walau hanya setetes hujan yang menyejuk

Kamis, 03 Agustus 2017

Renungan

Tentunya di setiap hati manusia banyak yang menginginkan keindahan terutama di akhirat yang di namai kekal tak akan berubah selamanya..
Namun kenapa yang di incar kesenangan dunia yang hanya sementara dan lalu hingga lupa akan sebuah akhir dari taobat.
Dan menyia nyiakan waktu yang sudah di waktukan untuk kita.......?
Dunia hanya belayan sementara dan ketika kita mati meninggalkan sebuah dunia,lalu apa yang dapatkan. Duniakah, hartakah, tentunya hanya sebuah amal kebaikan yang tidak harus dengan sebuah dunia.melaikan sebuah perbuatan yang baik untuk semuanya....
Baik kita berbondong bondong mengicar dunia, harta, tahta yang di namai suatu kekayaan
Namun betapa nitanya jiwa yang telah hidup, kalau hanya mati dengan belayan belayan nafsu yang di kirai akan menuju ketenangan.
Dan betapa bodohnya hidup kita hingga harus menggaidaikan keimanan dan diri kita yang di namai hamba tuhan. Jika harus keluar dari fitrohnya

Jumat, 28 Juli 2017

Terhempas

 bergelombang di pedataran hati
Angin meriuh tak bersahabat dengan alam
Lautan tak enggan enggan menggulung pantai
Desiran merayap hangat seperti kobaran api membakar
Setelah semua teringat dengan sebuah kenangan
Langit gelap, langit pekat, langit buram, tak ada satupun cahaya yang menyinari bumi
Menjadikan alam pekat berselumut sunyi
Rengkuh,keluh,kesah itulah pemasrahan yang hanya mampu di persembahakan pada sang kuasa

Selasa, 25 Juli 2017

Luka

Kau jadikan aku tandus tanpa harapan
Bunga bungapun mengering tiada air
Serta pepohonanpun rapuh termamah matahari
Menjadikan ranting rantingku patah tiada berdaun.
Dan kini bumiku kering penuh kegersangan
Tenar berlubang di antara hidup dengan penantian
yang kau sulam dengam kepalsuan penuh kebongan
aku rapuh dan punah di antara sengatan cakra panas yang kau bakar
Dengan bara yang mengkilau api dari cahaya hatimu.

Jumat, 21 Juli 2017

Syairku


di tabuh langit yang malam
kudendangkan sayir syair rasa kelelahan
setalah jelmaan burung kutilang kembali pada asalnya,setelah senyap dengan gelapnya
dan srigala srigala seperti mati tak bersuara
anginpun diam membisukan sunyi.
menjadikan daun jatuh di tabah bumi
di tabuh langit yang malam
suaraku mengayun ayun bak munajat jiwa
tentang pesih yang di iramakan luka
tentang perih yang di sukmai rasa
seperti halnya jilatan jilatan air yang bergelombang yang tak pernah henti mencumbui  pesisir
meski lelah terus bersurak meski retak terus menggejolak
mewarnai malam yang senyam dengan bisunya
di tabuh langit yang malam ...
bahasa luka terus mengikis dengan bayangan
katupnya matapun tak siap jadi pintu penutup
hingga bahasa yang tersusun di atas gelap
menjadi awan pekat yang melgam hitam
entahlah,sepertinya hujanpun akan membungkap lebih erat, dari sebiasanya menjadi ratap.